Beranda | Artikel
Bangunan Islam (Syarah Rukun Islam)
Rabu, 26 Juni 2019

BANGUNAN ISLAM (SYARAH RUKUN ISLAM) (2)

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ الَّرحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهِ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : بُنِيَ الإسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ, وَحَجِّ الْبَيْتِ, وَصَوْمِ رَمَضَانَ. (رواه البخاري و مسلم)

Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhuma berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “Islam dibangun atas lima pekara. (1) Persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasul Allah, (2) mendirikan shalat, (3) mengeluarkan zakat, (4) melaksanakan ibadah haji, dan (5) berpuasa Ramadhan”. [HR Bukhari dan Muslim].

TAKHRIJ HADITS

  1. Shahihul Bukhari, Kitabul Iman, Bab al Iman wa Qaulin Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,“Buniyal Islamu ‘ala khamsin”, no. 8.
  2. Shahih MuslimKitabul Iman, Bab Bayanu Arkanil Islam, no.16.
  3. Sunan at TirmidziKitabul Iman, Bab Ma Ja’a fi Buniyal Islam, no. 2612.
  4. Sunan an Nasaa-iKitabul Iman, Bab ‘Ala Kam Buniyal Islam, VIII/108.
  5. Musnad Imam Ahmad, II/26, 93, 120, 143.
  6. Al Humaidi, no. 703.
  7. Ibnu Hibban, no. 158 dan 1446.

BANGUNAN ISLAM
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengilustrasikan Islam dengan sebuah bangunan yang tertata rapi. Tegak di atas pondasi-pondasi yang kokoh. Pondasi-pondasi tersebut sebagai berikut.

Ketiga. Menunaikan Zakat.
Allah telah mewajibkan zakat atas setiap muslim yang telah mencapai nishab dalam hartanya dengan syarat-syarat tertentu. Zakat maknanya adalah tambahan, penyucian dan berkah. Dinamakan demikian, karena orang yang menunaikan zakat akan mendapatkan keberkahan pada hartanya, dan akan membersihkan jiwanya dari sifat-sifat kikir.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [at Taubah/9 : 103].

Yang dimaksud dengan shadaqah disini ialah zakat.

Anjuran Untuk Menunaikan Zakat
Di dalam al Qur`an, Allah telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk menunaikan zakat. Allah telah menerangkan bahwa :

  • Menunaikan zakat menjadi sebab turunnya rahmat Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS at Taubah/9 : 71).

  • Menunaikan zakat akan membersihkan jiwa dan menyucikannya dari kotoran bakhil (pelit), tamak, serta keras terhadap orang-orang lemah dan miskin. Lihat firman Allah surat at Taubah ayat 103.
  • Menunaikan zakat menjadi sebab kokohnya kedudukan kaum Muslimin di muka bumi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

(Yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. [al Hajj/22 : 41].

Begitu juga Rasulullah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dan menganjurkan untuk menunaikan rukun yang bahwa :

  • Menunaikan zakat menjadi sebab masuknya seseorang ke dalam surga.

Dalam hadits disebutkan, ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Beritahukan kepadaku amal-amal yang dapat memasukkanku ke surga,” lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahmi.” [HR Bukhari-Muslim].

  • Menunaikan zakat menjadi sebab hilangnya kejelekan harta.

Dari Jabir, ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika seseorang menunaikan zakat hartanya?” Rasulullah bersabda,”Barangsiapa yang menunaikan zakat hartanya, maka akan lenyaplah kejelekan hartanya.” [HR Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, no. 1602. Haditsnya hasan].

Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Menunaikan Zakat
Allah menerangkan akibat yang akan diterima seseorang yang meninggalkan zakat emas dan peraknya.

  • Pada hari Kiamat kelak, harta-harta (emas dan perak) itu akan dipanaskan, lalu dahi dan seluruh jasad orang tersebut dibakar dengannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, [at Taubah/9 : 34].

  • Allah juga menjelaskan, orang yang meninggalkan zakat, hartanya akan dikalungkan di lehernya pada hari Kiamat kelak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Ali Imran/3 : 180].

Al Hafizh Ibnu Katsir, ketika menjelaskan ayat ini, beliau membawakan hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa diberi harta oleh Allah, tetapi dia tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari Kiamat, harta itu akan berwujud seekor ular jantan bertanduk lagi memiliki dua taring, yang akan melilitnya. Kemudian ular itu memakannya dengan kedua mulutnya, seraya berkata,’Aku adalah hartamu. Aku adalah harta simpananmu,’ kemudian beliau membaca,’Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka’.” QS Ali Imran ayat 180 sampai akhir ayat. [HR Bukhari, no.1403].

  • Meninggalkan zakat temasuk yang menjadi penyebab terhalangnya hujan dari langit.

Dari Ibnu Umar, bahwasanya Nabi bersabda: “…Mereka tidak mengeluarkan zakat dari harta mereka, sehingga akan tertahan hujan dari langit. Dan kalau saja bukan karena binatang ternak, niscaya mereka tidak akan diberi hujan”. [HR Ibnu Majah, no. 4019. Dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah Ahadits ash Shahihah, no. 106].

Yang dimaksud dengan zakat ialah, memberikan bagian tertentu dari harta yang dimiliki kepada mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat), ketika harta tersebut telah mencapai nishab (batas minimal wajib zakat) dan haul (sudah satu tahun), dan telah terpenuhi berbagai syarat wajib zakat. Ketika memberikan sifat kepada orang-orang mu’min, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang yang mengeluarkan zakat : “Dan orang-orang yang menunaikan zakat” –al Mukminun/23 ayat 4- “Dan orang-orang yang dalam hartanya terdapat hak yang jelas, bagi orang miskin yang meminta-minta dan tidak mau meminta-minta” –al Ma’arij/70 ayat 24, 25.

Zakat merupakan ibadah yang berhubungan dengan harta benda. Melalui zakat akan tercipta keseimbangan sosial, terhapusnya kemiskinan, terjalin kasih-sayang dan saling menghargai sesama muslim. Orang yang tidak mengeluarkan zakat, ia diperangi sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sahabat Abu Bakar ash Shiddiq.

Keempat. Haji.
Hadits ini menunjukkan, bahwa haji ke baitullah termasuk rukun Islam. Di antara dalil yang menegaskan wajibnya haji bagi orang yang mampu, yaitu firmanNya :

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. [Ali Imran/3 : 97].

Allah menyebutkan tentang haji dengan sefasih-fasih kata yang menunjukkan penekanan terhadap haknya,  kewajibannya, serta kehormatannya yang agung.

Haji merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sekali seumur hidup. Disebutkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah pernah berkhutbah di hadapan kami. Beliau berkata:

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ الْحَجَّ فَحُجُّوا فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ

“Wahai manusia! Sungguh Allah telah mewajibkan haji kepada kalian. Karena itu, berhajilah!” Ada orang yang bertanya,”Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” Rasulullah diam, sehingga orang itu mengulanginya tiga kali. Setelah itu Rasulullah bersabda : “Seandainya aku jawab ya, maka haji itu tentu wajib setiap tahun, dan kalian tidak akan mampu melaksanakannya”. [HR Muslim, no.1337 (412)].

Wajibnya Menunaikan Ibadah Haji Dengan Segera
Tidak halal bagi seorang muslim menunda ibadah haji, apabila ia memiliki badan yang sehat, harta yang cukup untuk melaksanakan haji, dan untuk membiayai keluarga ketika ia pergi. Bahkan wajib baginya  menyegerakan melaksanakannya, dengan dasar dalil-dalil sebagai berikut.

  • Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa yang patah, atau sakit, atau pincang, maka ia telah halal. Dan baginya haji pada tahun yang akan datang.” [HR Abu Dawud, no. 1862; Tirmidzi, no. 940; Ibnu Majah, no. 3077, dan Nasaa-i, V/198; Shahih Jami’ush Shaghir, no. 6521].

Imam asy Syaukani berkata dalam menjelaskan hadits ini : “Seandainya waktu melaksanakan haji itu longgar, maka Rasulullah tidak akan memerintahkan untuk menggantinya pada tahun yang akan dating”. [Nailul Authar, IV/318].

  • Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bersegeralah untuk melaksanakan haji. Karena seseorang tidak mengetahui apa yang akan menghalanginya”. [HR Ahmad, I/314. Hadits hasan. Lihat Irwa-ul Ghalil, no. 990].
  • Umar bin Khaththab berkata,”Barangsiapa telah memiliki kemampuan untuk haji, namun ia tidak menunaikan haji, maka hatinya seperti Yahudi atau Nasrani.” [Tafsir Ibnu Katsir, I/415. Ibnu Katsir berkata,”Sanadnya shahih sampai kepada Umar.”].

Anjuran Menunaikan Ibadah Haji
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan umatnya untuk menunaikan ibadah haji. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang pahala dan ganjaran yang telah persiapkan Allah bagi mereka yang berhaji. Di antara dalil-dalilnya:

  • Haji merupakan seutama-utama amal yang dapat mendekatkan diri seorang hamba kepada Rabb-nya. Dan haji juga memiliki pengaruh yang baik pada jiwa.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Suatu ketika Rasulullah ditanya tentang amal-amal yang utama. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Iman kepada Allah dan RasulNya”.
“Kemudian apa?”
Rasulullah menjawab,”Jihad di jalan Allah”.
“Kemudian apa?”
Rasulullah menjawab,”Haji yang mabrur.” [HR Bukhari, no. 26; Muslim, no. 83].

Yang dimaksud dengan haji mabrur ialah, seseorang yang menunaikan haji sesuai dengan contoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan keadaan dia lebih baik daripada sebelum dia berangkat haji. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لِتَأْخُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُم  

Hendaknya kalian mengambil dariku tata cara manasik haji kalian. [HR Muslim, no. 1297; Abu Dawud, no. 1970; an Nasaa-i, V/270; dan lainnya].

Hendaknya seseorang yang menunaikan ibadah haji, ia bersungguh-sungguh pada dirinya, agar ibadah haji yang ia tunaikan memberikan pengaruh pada kebersihan jiwanya, dan agar ia berlaku zuhud di dunia dan mengharapkan akhirat.

  • Apabila seorang muslim menunaikan ibadah haji sesuai perintah Allah dan memperhatikan adab-adabnya, maka haji itu akan menjadi sebab dibersihkannya seorang hamba dari dosa dan kesalahan, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 مَن حَجَّ هَذَا البَيْتَ فَلَم يَرْفُثْ, وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَومٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Barangsiapa yang berhaji ke Baitullah dan ia tidak berkata kotor dan tidak pula berbuat dosa, maka ia pulang dalam keadaan seperti pada saat ia dilahirkan ibunya. [HR Bukhari, no. 1521; Muslim, no. 1350].

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata,”Rafats, bisa bermakna jima’ (bersetubuh). Bisa juga bermakna perbuatan keji. Dan bisa juga bermakna obrolan seorang lelaki kepada wanita yang berkaitan dengan persetubuhan. Dan telah diriwayatkan dari sejumlah ulama, tentang tiga makna ini. Wallahu a’lam.” [Shahih at Targhib wa Tarhib, II/4].

Haji mabrur ganjarannya adalah surga. Yang kenikmatannya tidak bisa terlihat oleh mata, tak terdengar oleh telinga, dan tidak dapat terlintas dalam hati manusia. Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Antara umrah yang satu dengan lainnya akan menghapuskan dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada ganjaran baginya melainkan surga. [HR Bukhari, no. 1773; Muslim, no. 1349].

Haji Merupakan Jihad Bagi Orang Yang Lemah dan Wanita
Dari Hasan bin ‘Ali, ia berkata: Suatu ketika datang seorang lelaki kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu ia berkata : “Sesungguhnya aku seorang penakut dan lemah,” maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Kemarilah menuju jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu haji.” [HR Thabrani, Shahih Jami’ush Shaghir, no. 7044].

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, ia berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ أَفَلَا نُجَاهِدُ قَالَ لَا لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ

Wahai Rasulullah, kami (para wanita) melihat bahwa jihad adalah amal paling utama. Apakah kami boleh ikut berjihad?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Tidak. Akan tetapi, jihad paling utama bagi kalian adalah haji mabrur.” [HR Bukhari, no. 1520].

Haji adalah pergi ke Baitullah di Makkah al Mukarramah pada bulan-bulan haji, yaitu Syawwal, Dzulqa’dah, dan sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah. Haji dilakukan dengan menjalankan semua manasik (amalan-amalan dalam ibadah haji) yang telah diajarkan Rasulullah.

Haji merupakan ibadah yang berhubungan dengan harta dan jiwa. Ibadah haji ini membawa berbagai pengaruh positif bagi individu dan masyarakat. Bahkan merupakan Muktamar Islam Internasional. Yakni umat Islam dari seluruh penjuru dunia berkesempatan untuk bertemu dan saling mengenal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dengan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru dunia yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka, dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan, atas rizki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak, maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. [al Hajj/22 : 27-29].

Karenanya, pahala haji sangat besar. Rasulullah bersabda,”Tidak ada pahala bagi haji yang mabrur, kecuali surga.”

Ibadah haji diwajibkan pada tahun ke-6 Hijriah, melalui firman Allah : … mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah… [Ali Imran/3 : 97].

Kelima. Puasa Ramadhan.
Puasa pada bulan Ramadhan hukumnya wajib. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. [al Baqarah/2 : 183].

Anjuran Untuk Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 مَن صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِه

Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. [HR Bukhari, no. 1901; Muslim, no. 760].

Syaikh al Albani berkata,”Apabila seorang manusia tidak memiliki dosa, maka puasa akan menjadi sebab terangkatnya derajatnya, sebagaimana yang terjadi pada anak-anak yang tidak berdosa.”

Dari Abu Hurairah Radhiyallah anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ, وَرَمَضَانُ إلَى رَمَضَانِ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ, إِذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ

Shalat lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at berikutnya, akan menghapuskan dosa di antara keduanya selama tidak berbuat dosa besar. Dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, akan menghapuskan dosa yang terjadi di antaranya, jika dosa-dosa besar dihindari. [HR Muslim, no. 233 (16)].

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أتاكم شهرُ رَمَضَانَ, شَهرٌ مُبَارَكٌ, فَرَضَ اللهُ عَلَيكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ, وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ, وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ, فِيْهِ لَيْلَةٌ هِيَ خَيرٌ مِن أَلفِ شَهْرٍ, مَن حُرِمَ خَيرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pada bulan Ramadhan, Allah akan membukakan pintu-pintu surga, menutup pintu-pintu neraka, dan akan membelenggu para setan yang jahat. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang dicegah dari kebaikannya, maka ia telah tercegah. [HR an Nasaa-i, IV/129; Ahmad, II/230].

Tentang makna dibelenggunya setan-setan yang jahat, Imam al Mundziri mengatakan : “Sesungguhnya para setan tidak tulus dalam mengganggu manusia pada bulan Ramadhan, seperti tulusnya gangguan mereka pada bulan-bulan yang lain. Dikarenakan kaum Muslimin sibuk dengan berpuasa yang dapat mengekang hawa nafsu, membaca al Qur`an, serta ibadah-ibadah lainnya”. [Shahih at Targhib wa Tarhib, I/586].

Ancaman Bagi Orang Yang Sengaja Tidak Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
Dari Abu Umamah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika tengah tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal, seraya berkata,’Naiklah’.”
Lalu kukatakan: “Sesungguhnya aku tidak sanggup melakukannya,” selanjutnya keduanya berkata: “Kami akan memudahkan untukmu”.
Maka aku pun menaikinya, sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras, sehingga kutanyakan: “Suara apakah itu?’
Mereka menjawab,”Yang demikian itu adalah jeritan para penghuni neraka”.
Kemudian dia membawaku berjalan, dan ternyata aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka. Mulut mereka robek, dan robekan itu mengalirkan darah.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita, kemudian aku katakan: “Siapakah mereka itu?”
Dia menjawab,”Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum tiba waktu berbuka.” [HR Hakim, I/430 dan lainnya].

Puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun ke-3 Hijriyah, melalui firman Allah, bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al Qur`an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara kebenaran dan kebathilan). Karena itu, barangsiapa di antara kamu yang masuk bulan (Ramadhan), maka puasalah … –  al Baqarah/2 : 185.

Puasa merupakan ibadah yang dapat mensucikan jiwa, membersihkan hati dan menyehatkan tubuh. Barangsiapa yang berpuasa karena semata-mata menjalankan perintah Allah dan mencari keridhaanNya, maka puasa tersebut akan menghapuskan dosa-dosanya, dan menjadi sarana untuk mendapatkan surga.

RUKUN-RUKUN ISLAM MERUPAKAN KESATUAN YANG SALING TERKAIT
Barangsiapa yang melaksanakan rukun-rukun tersebut secara utuh, ia adalah seorang muslim yang sempurna imannya. Barangsiapa yang meninggalkan keseluruhannya, ia adalah kafir. Barangsiapa yang mengingkari salah satu darinya, maka ia bukanlah orang muslim. Barangsiapa yang meyakini keseluruhan namun mengabaikan salah satu –selain dua kalimat syahadat– karena malas, ia adalah orang fasik. Barangsiapa yang melaksanakan keseluruhannya dan mengakui secara lisan, namun hanya kepura-puraan, maka ia adalah orang munafik.

TUJUAN IBADAH
Ibadah dalam Islam bukanlah sekadar bentuk dari kegiatan fisik. Lebih dari itu, ibadah mempunyai tujuan mulia.

Shalat misalnya, tidak akan berguna jika orang yang melakukan shalat tidak meninggalkan perbuatan keji dan munkar. Puasa, tidak akan bermanfaat ketika orang yang melakukan puasa tidak meninggalkan perbuatan dusta. Haji atau zakat, tidak akan diterima jika dilakukan hanya ingin dipuji orang lain. Meskipun demikian, bukan berarti ketika tujuan dan buah tersebut belum tercapai, ibadah boleh ditinggalkan. Dalam kondisi seperti ini, seseorang tetap berkewajiban untuk menunaikannya seikhlas mungkin, dan senantiasa berusaha mewujudkan tujuan dari setiap ibadah yang dilakukan.

CABANG-CABANG IMAN
Perkara-perkara yang disebutkan dalam hadits di atas bukanlah keseluruhan masalah yang ada dalam Islam. Penyebutan dalam hadits ini hanya terbatas pada perkara-perkara di atas, karena mengingat urgensi perkara-perkara tersebut. Masih banyak perkara-perkara lain dalam Islam yang tidak disebutkan. Rasulullah bersabda,”Iman mempunyai cabang hingga tujuh puluh lebih.” [Mutafaq ‘alaih].

Melalui hadits ini, kita bisa memahami bahwa Islam adalah aqidah (keyakinan) dan perbuatan. Karenanya, amal perbuatan akan sia-sia tanpa adanya iman. Dan iman tak bermakna, tanpa adanya amal perbuatan.

MARAAJI’

  • Tafsir al Qur`anil ‘Azhim, al Hafizh Ibnu Katsir.
  • Kutubus Sittah.
  • Musnad Ahmad.
  • Shahih Ibnu Hibban.
  • Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab al Hanbali, tahqiq Syu’aib al Arnauth dan Ibrahim Bajis.
  • Qawaa-id wa Fawaa-id Minal Arba’in an Nawawiyah, Nazhim bin Muhammad Sulthan.
  • Al Waafiy fi Syarhin Arba’in an Nawawiyah, Dr. Musthafa al Bugha dan Muhyidin Masto.
  • Syarhun Arba’in an Nawawiyah, Ibnu Daqiqil ‘
  • Silsilah al Ahaadits ash Shahihah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani.
  • Irwaul Ghalil fi Takhriij Ahaadits Manaris Sabiil, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani.
  • Shahih Jami’ush Shaghir, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani.
  • Shahih at Targhib wat Tarhib, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani.
  • Hasyisyah Tsalatsatil Ushul, Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim
  • At Ta’liqat ‘ala Kasyfisy Syubuhat, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin.
  • Aqiidatut Tauhiid, Shalih bin Fauzan al Fauzan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 6/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/12045-bangunan-islam-syarah-rukun-islam-3.html